Sebuah bulan kecil lain mungkin pernah mengorbit bumi kita sebelum satelit itu akhirnya menabrak bulan yang lebih besar dan membentuk bulan yang selalu setia mengitari bumi seperti sekarang. Tumbukan kedua bulan yang luar biasa dahsyatnya itu mungkin dapat menjelaskan mengapa kedua sisi satelit bulan yang kita lihat sekarang ini begitu berbeda satu sama lain.
Meski belum terbukti, gagasan “dua bulan” yang dilontarkan Martin Jutzi dan Erik Asphaug dari University of California di Santa Cruz ini menarik perhatian banyak ahli astronomi. Teori itu mungkin dapat menjelaskan mengapa sisi bulan yang menghadap ke bumi didominasi oleh “lautan” lava purba yang telah mengeras dan membentuk permukaan halus dan luas. Sebaliknya, sisi belakang bulan dipenuhi dataran tinggi bergunung-gunung.
“Ide ini begitu menggugah rasa ingin tahu,” kata David Smith, wakil peneliti utama GRAIL di MIT. “Gagasan ini bisa jadi merupakan penjelasan atas salah satu teka-teki terbesar dalam sistem Bumi-bulan, yaitu bentuk bulan yang asimetris.”
Studi baru ini mengungkap kemungkinan bahwa, di masa lalu, bumi pernah mempunyai dua bulan. Para astronom mengatakan bulan kedua yang mengelilingi bumi itu mungkin berdiameter 1.200 kilometer dan bisa jadi terbentuk dari tumbukan yang sama antara planet dan obyek sebesar Mars yang diduga membantu terciptanya bulan yang kita lihat di langit saat ini, sekitar empat miliar tahun lampau.
Perang tarik-menarik gaya gravitasi antara bumi dan bulan memperlambat putarannya, sehingga apa yang kini selalu terlihat hanya satu sisi bulan. Wajah sisi bulan lainnya tetap menjadi misteri selama beradab-abad hingga 1959 ketika wahana antariksa Soviet, Luna 3, mengabadikannya untuk pertama kali. Sisi tersebut kerap keliru disebut sebagai sisi gelap meski wajah bulan itu juga mengalami siang dan malam seperti sisi yang kita lihat.
Wajah sisi bulan yang lain itu sangat berbeda ketimbang sisi yang lebih dekat. Sebagai contoh, dataran batu vulkanik yang tersebar luas, dan dinamai “maria” atau laut dalam bahasa Latin, menutupi sebagian besar belahan bulan terdekat, tapi hanya sedikit maria yang terlihat di sisi yang jauh. Permukaan sisi dekat bulan umumnya rendah dan datar, sedangkan sisi yang jauh diwarnai perbukitan tinggi, dengan permukaan bulan naik rata-rata 1,9 kilometer.
Simulasi komputer memperkirakan bulan kedua itu melebar seperti kue apam ketika bertumbukan dengan bulan yang lebih besar. “Hal itu menjelaskan mengapa bulan seolah memiliki dua wajah yang berbeda,” kata Erik Asphaug.
Meski belum terbukti, gagasan “dua bulan” yang dilontarkan Martin Jutzi dan Erik Asphaug dari University of California di Santa Cruz ini menarik perhatian banyak ahli astronomi. Teori itu mungkin dapat menjelaskan mengapa sisi bulan yang menghadap ke bumi didominasi oleh “lautan” lava purba yang telah mengeras dan membentuk permukaan halus dan luas. Sebaliknya, sisi belakang bulan dipenuhi dataran tinggi bergunung-gunung.
“Ide ini begitu menggugah rasa ingin tahu,” kata David Smith, wakil peneliti utama GRAIL di MIT. “Gagasan ini bisa jadi merupakan penjelasan atas salah satu teka-teki terbesar dalam sistem Bumi-bulan, yaitu bentuk bulan yang asimetris.”
Studi baru ini mengungkap kemungkinan bahwa, di masa lalu, bumi pernah mempunyai dua bulan. Para astronom mengatakan bulan kedua yang mengelilingi bumi itu mungkin berdiameter 1.200 kilometer dan bisa jadi terbentuk dari tumbukan yang sama antara planet dan obyek sebesar Mars yang diduga membantu terciptanya bulan yang kita lihat di langit saat ini, sekitar empat miliar tahun lampau.
Perang tarik-menarik gaya gravitasi antara bumi dan bulan memperlambat putarannya, sehingga apa yang kini selalu terlihat hanya satu sisi bulan. Wajah sisi bulan lainnya tetap menjadi misteri selama beradab-abad hingga 1959 ketika wahana antariksa Soviet, Luna 3, mengabadikannya untuk pertama kali. Sisi tersebut kerap keliru disebut sebagai sisi gelap meski wajah bulan itu juga mengalami siang dan malam seperti sisi yang kita lihat.
Wajah sisi bulan yang lain itu sangat berbeda ketimbang sisi yang lebih dekat. Sebagai contoh, dataran batu vulkanik yang tersebar luas, dan dinamai “maria” atau laut dalam bahasa Latin, menutupi sebagian besar belahan bulan terdekat, tapi hanya sedikit maria yang terlihat di sisi yang jauh. Permukaan sisi dekat bulan umumnya rendah dan datar, sedangkan sisi yang jauh diwarnai perbukitan tinggi, dengan permukaan bulan naik rata-rata 1,9 kilometer.
Simulasi komputer memperkirakan bulan kedua itu melebar seperti kue apam ketika bertumbukan dengan bulan yang lebih besar. “Hal itu menjelaskan mengapa bulan seolah memiliki dua wajah yang berbeda,” kata Erik Asphaug.
Artikel Terbaru!
Recent Posts Widget